Menu Tutup

Mengulas Kredit Biaya Kuliah: Antara Kebutuhan dan Kontroversi ITB-Danacita

Isu kredit biaya kuliah mendadak mencuat ke permukaan publik, terutama setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) menjalin kemitraan dengan platform pinjaman online Danacita untuk memfasilitasi pembayaran uang kuliah mahasiswanya. Peristiwa ini memicu gelombang perdebatan sengit mengenai urgensi kebutuhan akan pembiayaan pendidikan di satu sisi, dan potensi masalah yang ditimbulkan oleh skema pinjaman di sisi lain. Bagi sebagian mahasiswa, opsi ini mungkin menjadi satu-satunya jalan untuk melanjutkan studi, namun kontroversi yang menyertainya menyoroti perlunya tinjauan mendalam terhadap model pembiayaan pendidikan di Indonesia.

Kemitraan antara ITB dan Danacita, yang sempat menjadi sorotan utama pada awal tahun 2024, mengundang banyak pertanyaan. Banyak pihak yang kredit biaya kuliah semacam ini berpotensi menjadi jerat utang bagi mahasiswa, terutama dengan suku bunga yang relatif tinggi dibandingkan pinjaman konvensional. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengklarifikasi bahwa tidak ada pelanggaran regulasi dalam kerja sama tersebut dan bahwa Danacita mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk batasan suku bunga, kekhawatiran publik tetap tinggi. Hal ini mengingat bahwa penerima pinjaman seringkali adalah mereka yang paling membutuhkan, dan dengan demikian paling rentan terhadap beban finansial.

Karakteristik kredit biaya kuliah di Indonesia, khususnya dari platform P2P lending, seringkali bersifat tanpa agunan dengan tenor pengembalian yang cenderung singkat, umumnya berkisar hingga 24 bulan, dan kerap memerlukan adanya penjamin. Perbedaan ini kontras dengan model pinjaman pendidikan di beberapa negara maju yang memungkinkan pembayaran setelah lulus dan mendapatkan pekerjaan, meskipun model tersebut pun tidak luput dari masalah utang mahasiswa. Dr. Sarah Wijaya, seorang pakar kebijakan publik dari Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan (LKPP) pada sebuah seminar daring tanggal 22 April 2025, menekankan bahwa urgensi ketersediaan dana sering kali membuat mahasiswa kurang teliti dalam memahami detail dan risiko pinjaman.

Untuk mengatasi kredit biaya kuliah dan kontroversi yang menyertainya, diperlukan solusi yang komprehensif. Perguruan tinggi didorong untuk lebih proaktif dalam mencari dan menawarkan berbagai alternatif pendanaan, seperti beasiswa yang lebih banyak, program cicilan internal tanpa bunga, atau skema kerja paruh waktu di dalam kampus. Pemerintah, melalui lembaga seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), juga diharapkan dapat memperluas cakupan dan aksesibilitas terhadap program bantuan keuangan yang lebih terjangkau.

Pada akhirnya, kredit biaya kuliah ini adalah cerminan dari tantangan besar dalam memastikan akses pendidikan yang merata dan berkelanjutan di Indonesia. Penting bagi semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi: pemerintah dalam menyusun kebijakan yang mendukung, institusi pendidikan dalam menyediakan opsi yang beragam, dan masyarakat dalam meningkatkan literasi keuangan agar setiap keputusan finansial dapat diambil dengan bijak.